Assalaamu'alaykum. Dek, kalau niat
baik kita belum mendapat ridha dari orang tua kita, apa yang akan adek lakukan?
Sebuah pesan Whatsapp masuk ke ponselku, aku tersenyum karena pesan itu
dikirimkan oleh bang Billah. Seorang ikhwan yang sedang berproses denganku,
tanpa pikir panjang aku langsung membalas pesan itu.
Wa'alaykumussalam warahmatullaah
bang. Niat apa dulu bang?
Aku sengaja untuk menjawab dengan
singkat agar tidak membuat kita jadi berkhalwat nantinya.
Tentang niat baik kita dan tentang
proses kita dek.
Aku menatap layar ponsel, jantungku
terasa berhenti berdetak beberapa detik. Aku mencoba menenangkan diriku dan
berusaha menata nafasku dengan menarik nafas panjang seraya merangkai kata
untuk membalas pesan singkat tersebut.
Bang, jujur. Kalau sudah orang tua
yang mengatakan tidak ana pun tidak akan bisa melakukan apa-apa kecuali
menuruti apa kata mereka. Karena bukankah ridha Allaah Ta'ala ada pada ridha
orang tua bang.
Balasku terlihat tenang meskipun
sebenarnya dadaku amat sangat sesak. Padahal baru kemarin aku bisa
berkomunikasi dengan bang Billah setelah proses ta'aruf kami jalani hingga bang
Billah datang ke rumah untuk bersilaturahiim dan baru kemarin pula aku
menjelaskan bagaimana keadaan keluargaku yang istimewa dan aku sudah merelakan
apapun keputuasan bang Billah nantinya.
Iya dek, ane minta maaf sebelumnya.
Ane juga tidak bisa berbuat apa-apa, ini juga berat buat ane. Namun ane
berharap ini yang terbaik buat kita dek, meskipun ini terasa berat. Semoga
Allaah akan menggantikan untuk kita pasangan yang dapat menghibur kita dan
memberikan ketenangan untuk kita.
Kali ini balasan bang Billah agak
panjang, aku benar-benar merasakan dadaku semakin sesak bahkan meskipun sudah
menarik nafas yang begitu panjang namun sesak itu belum juga menghilang.
Aku tidak tahu harus membalas apa
kepada bang Billah, ingin rasanya aku tidak membalas dan membiarkannya begitu
saja tapi ternyata aku tidak bisa meskipun air bening dari mataku menetes
menjatuhi pipiku.
Iya bang, mungkin ini adalah yang
terbaik untuk kita. Apalagi menikah itu tidak hanya menyatukan dua orang tapi
dua keluarga yang berbeda. Ana tidak tahu harus bicara apa lagi bang, ana hanya
berharap semoga Allaah menetapkan kebaikkan didalamnya dan semoga niat baik abang
untuk menikah segera terwujud bang. Barakallaah bang. ^^
Aku membalas sambil menahan sesak
dadaku dan tetesan air mata yang semakin deras membasahi pipiku seperti hujan
deras yang tak kunjung reda. Dia, adalah ikhwan pertama yang datang ke rumah
untuk silaturahiim dengan niat serius untuk menikahi diriku. Dia adalah ikhwan
pertama yang berproses denganku sampai sejauh ini.
Aku masih belum benar-benar percaya
dengan apa yang baru saja aku alami, aku masih menangis sambil menatap semua
pesan dari bang Billah. Ini semua benar-benar tak pernah aku bayangkan
sebelumnya karena semua keluargaku merasa cocok dengan abang dan kami punya
visi dan misi yang sama. Akupun berani menaruh harapan besar kepadanya, namun
ternyata takdir berkata lain.
Aku tidak mungkin memaksakan agar
proses ini berlanjut hingga ke pernikahan sedangkan orang tua bang Billah belum
ridha, padahal ridha orang tua lah yang akan mengantarkan anaknya untuk
menggapai ridha Allaah Ta'ala. Aku berusaha untuk mengikhaskan bang Billah demi
ridha Allaah Ta'ala, mungkin ini adalah yang terbaik untuk kami saat ini.
Aku berpikir bahwa jika memang kami
berjodoh pastilah kami akan bertemu lagi dan tentunya ridha Allaah Ta'ala akan
mengantarkan kami untuk bisa bersama membangun rumah tangga yang bahagia dunia
akhirat.
Aku berharap, ini semua akan menjadi
pengalaman berharga untukku jika suatu hari nanti akan berproses lagi. Aku
tidak akan mencintai siapapun sampai akad itu akan diucapkan oleh suamiku, dan
aku akan selalu menjadikan Allaah Ta'ala Sang Pemberi Petunjuk untukku. Semoga
dengan begitu cinta yang sesungguhnya akan datang meskipun aku harus menunggu
hingga diujung jalanku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar