Selasa, 18 Agustus 2015

Perpisahan, Hal Yang Tak Pernah Aku Bayangkan

Aku menatap satu persatu akhwat-akhwat shalihah yang ada di depanku, beberapa dari mereka telah aku kenal sebelumnya karena mereka adalah adik kelasku namun ada juga satu dua orang yang baru aku temui ditempat ini. Aku memerhatikan Ummi saat memberikan materinya, seperti biasa aku hanya terdiam tanpa mengatakan apapun karena ini adalah lingkungan baru bagiku. Aku merasa masih malu untuk memulai pembicaraan dan aku hanya berbicara seperlunya ketiak ditanya.

"Ini siapa namanya?" tanya Ummi. 

"Fi'u Mi," jawabku singkat agak gugup. 

"Oh, ini temannya Ayu?" tanya Ummi kembali. 

"Bukan Mi, teh Fi'u ini seangkatan sama Karin pas SMA dulu," sambar Ayu menjawab. 

Ummi hanya mengangguk tanda mengerti meskipun baru pertama bertemu denganku. Aku tak pernah membayangkan akan berkumpul kembali dengan teman-teman SMA disebuah lingkaran yang aku pun tak pernah membayangkan akan menjadi bagian dari mereka.

Baru beberapa bulan yang lalu aku kembali ke kota Bogor ini karena aku mendapatkan sebuah pekerjaan disini. Aku yang dulu tinggal di Jogja memilki kelompok untuk melingkar merasa sayang ketika aku tidak mencari kelompok lingkaran lain agar aku bisa bergabung dengna mereka dan bathinku mendapatkan asuoan nutrisi agar tidak gersang. Hingga akhirnya aku putuskan untuk menghubungi Karin sahabatku hingga saat ini dan Alhamdulillah gayung bersambut. Karin mengatakan bahwa aku masih bisa untuk bergabung dengan kelompok lingkaran yang Karin ikuti.

Aku mencari waktu yang tepat untuk bisa mengikuti kajian dalam lingkaran baruku, hanya saja aku masih merasa malu dan merasa berat untuk memulai kembali beradaptasi dengan orang-orang baru ataupun kelompok baru.

Sampai aku putuskan untuk ikut kajian Ummi dalam lingkaran yang kusebut lingkaran cinta hari ini walaupun tak jauh dari dugaanku bahwa aku akan pasif dari yang lain namun dari sinilah semua berawal menjadi sebuah ikatan yang tak ingin aku lepaskan.
**********
"Siapa yang bawa CV?" tanya Ayu kepada semua anggota lingkaran yang hadir.

"Aku bawa Yu," jawab Dian.

"Ya udah sini kasih ke aku, tadikan Ummi bilang kalau suruh kasih ke aku," kata Ayu serius.

"Sini aku mau baca," sahut teh Atieh terlihat menggoda.

"Ga boleh," jawab Dian spontan

"Iya Atieh, ga boleh. Aku aja ga boleh buka sama Ummi," kata Ayu tersenyum sambil mengambil amplop coklat yang disodorkan Dian kepadanya.

Aku hanya tersenyum melihat mereka, saat itu kami tinggal berempat karena teman-teman yang lain sudah pulang terlebih dahulu.

'Teh Fi'u udah bawa belum?" tanya Ayu kepadaku.

"Udah sih Yu, tapi fotonya belum ada. Kalau boleh mah aku kasih CV nya sekarang fotonya nyusul," jawabku bernegosiasi.

"Yah teh, mendingan sekalian besok aja kalau udah ada fotonya deh," jawab Ayu.

"Ya udah aku bawa pulang lagi berarti," kataku sambil tersenyum.

"Iya teh, besok kalau udah lengkap baru deh dibawa lagi. Hehehe," kata Ayu lagi.

Hari ini masih belum terlalu terbiasa dengan mereka yang ada disini,namun siap yang sangka esok atau lusa ketika kami bertemu kembali. Mungkin rasa cinta itu akan segera hadir.
********

"Sepertinya aku tidak akan melanjtukan kontrak kerjaku di sini karena aku ingin kembali ke Jogja menemani Ummiku Rin," kataku memulai pembicaraan saat aku berkunjung ke rumah Karin.

Karin dan teh Atieh yang juga ada di sana hanya terdiam menatapku lalu menyruput minuman yang ada dihadapan mereka. Akupun tak kalah diam.

"Aku berharap, semoga keputusanku ini adalah keputusan yang terbaik yang bisa aku ambil karena aku ingin menemani Ummiku mumpung aku belum menikah, hehehe," kataku sambil sedikit bercanda agar suasana tidak terlalu tegang.

"Berarti mbak Fi'u nanti cari kerja di Jogja?" tanya Karin memastikan.

Aku mengangguk dan menatap ke arah Karin, teh Atieh hanya terdiam menatapku.

"Memang kontaknya selesai kapan mbak?" tanya Karin.

"In syaa Allaah akhir Oktober Rin," jawabku menahan kebingunganku.

"Berarti nanti jadi jauh lagi dong mbak?" tanya Karin yang sebenarnya bukan sebuah pertanyaan tapi sebuah harapan agar aku tidak kembali ke Jogja.

"Iya Rin, tapi mau bagaimana lagi. Aku ingin menemani Ummi," jawabku menatap gelas yang ada di depanku.

Akhirnya suasana menjadi hening dan tak ada satu orang pun yang berbicara.

"Si Mirna kapan acara walimahnya?" tanyaku memecah kesunyian.

Saati itu aku merasa sangat mantap dengan pilihan yang aku ambil untuk kembali ke Jogja dan tinggal disana. Entah sampai kapan, tapi mungkin saja hingga aku menikah.
*******

Waktu berlalu dengan cepat hingga tidak terasa tinggal kurang dari dua bulan lagi kontrak kerjaku akan segera habis. Ada rasa bahagia karena aku akan segera meninggalkan tempat kerjaku sekarang namun ternyata aku baru sadar bahwa ada hati yang tak mau dipisahkan.

Hati yang terlanjur mencintai mereka teman-teman satu lingkaran karena Allaah Ta'ala, hati yang selalu ingin bertemu dan berbagi cerita tertawa bersama membicarakan hal-hal yang biasa para akhwat bicarakan.

Aku tak tahu harus berkata apa hari ini untuk mewakili perasaanku, namun satu hal yang pasti perpisahan ini adalah hal yang tak pernah aku bayangkan sebelumnya. Aku tahu aku akan pergi dari sini namun aku tak benar-benar faham bahwa jarak kita akan menjadi jauh satu sama lain.

Ketika hati ini telah terikat dalam sebuah cinta karena Allaah, maka akan semakin sulit untuk membayangkan bahwa kita akan merasakan perpisahan.

Sungguh aku mencintai kalian karena Allaah Ta'ala, aku hanya berharap sejauh apapun jarak yang tercipta antara kita namun cinta ini takkan pernah hilang dari hati kita.

Untuk kalian taman satu lingkaran,
Karin yang masih saja selalu tomboy namun sudah belajar untuk menjadi cantik.
Teh Atieh yang selalu menjadi tetua diamana pun berada.
Ayu yang selalu kalem namun tetap memiliki kharisma.
Dian yang selalu memiliki pendirian yang kuat
Deva yang cantik, diem-diem menghanyutkan.
Elis yang selalu ceria.
Laela yang tak kalah cerianya dengan Elis
Andri yang gampang kahawatir.
Hilya yang tegas.
Fitri yang bener-bener kalem.
Dan Fuji yang sedang-sedang saja.

Maaf ketika aku belum benar-benar memahami kalian, tapi yang pasti bersama kalian hari-hariku menjadi berwarna karena kita saling melengkapi satu sama lain.

Dan jika suatu hari nanti kita memang harus berpisah, aku ingin kalian ingat bahwa aku pernah menjadi bagian di lingkaran cinta ini, cinta karena Allaah Ta'ala.

Senin, 17 Agustus 2015

Ketika Hati Ingin Berhenti

"Sebarapa lama lagi aku harus menunggumu?" tanyaku terbada kepada seorang laki-laki melalui pesan ponselku.
Dia hanya terdiam tanpa menjawab dan tak sedikitkpun memilki keinginan untuk menjawab pertanyaanku itu..
Dadaku dipenuhi rasa sesak, aku sudah lama sekali mengubur rasa itu unutknya namun hari ini aku tak mengerti kenapa aku justru merasa kalau perasaan itu lebih besar dan lebih hebat dari saat pertama kali rasa itu muncul.
"Aku ingin berhenti sekarang juga, bahkan juka kau tetep meminta ku untuk menunggumu," kataku memutuskan untuk mengakhiri obrolan kami malam ini.
Masih saja tak ada jawaban pasti darinya dan itu membuatku merasa sangat kesal dengannya.
"Memang aku pernah menyuruhmu menungguku? Jika memang kau mau berhenti maka berhentilah, jangan pernah mengarapkanku," jawabnya akhirnya masuk ke ponselku.
Aku tersenyum sinis membaca pesannya, dia masih sama seperti yang dulu, tak pernah berubah.
"Ternyata kau tak berubah sama sekali, masih saja tak memiliki keberanian untuk mengakui hal ini. Apa susahnya datang kepada orang tauku lalu kita membicarakan masa depan kita," desakku mulai marah.
Lama tak mendapatkan balasannya, aku memutuskan untuk pergi tidur dan berusaha untuk tidak memdulikannya seperti dulu.
aku tak pernah memabyangkan akau bertemu dengannya hari ini dan yang lebih tidak bisa aku bayangkan adalah ketika aku merasakan jantungku berdegub kencang hingga membuatku merasa canggung berada disampingnya.
Sangat sangat tidak aku percaya, padahal aku sudah merasa biasa selama hampir 4 tahun terakhir. Terlebih 2 tahun terakhir aku sudah mengagumi seorang laki-laki yang menurutku sangat shalih dan pantas untuk ku jadikan imam dalam hidupku.
*********
"Maafkan aku, aku masih begitu lemah dalam mengandalikan diriku agar tidak mengatakannya. Aku ingin benar-benar berhenti kali ini, maka aku puruskan untuk mengatakan semua itu kepadanya," ungkapku sambil terisak di depan sahabat terbaikku.
"Tapi bukan berarti kamu harus mengatakan itu semua sayang, tidak seharusnya kamu mengatakan itu semua pada seorang laki-laki seperti dia. Seorang laki-laki yang bahkan tidak pantas untuk kau kagumi," ujarnya sambil mengenggam erat tanganku.
"Aku juga tidak mengerti dengan perasaan yang aku rasakan saat ini Ris, aku benar-benar ingin berhenti darinya tapi semakin banyak orang yang berkata bahwa dia bukan laki-laki baik itu membuatku ingin memberontak dan mengatakan bahwa ada sisi lain dari dirinya yang tidak semua orang bisa melihatnya," ungkapku masih ingin mencari pembenaran dengan apa yang telah aku lakukan.
"Zha, bukan aku tak mau kamu bahagia dengan rasa cinta yang sedang kamu rasakan. Hanya saja apakah dengan mengatakan apa yang kamu rasakan padanya itu akan membuat Allaah menjadi ridha dengan rasa cintamu untuknya. Aku tak hanya ingin melihatmu bahagia di dunia dengan cintamu Zha, tapi aku juga ingin kamu bahagia hingga ke syurga bersama dengan orang yang kamu cintai," jelasnya dengan perlahan dan penuh pengertian.
Aku menatap wajah teduhnya yang membuatku merasa bersalah dengan semua yang telah aku lakukan malam ini. senyumnya mengingatkanku bahwa semua yang terjadi pada diriku adalah bentuk ujian dari Allaah atas perasaanku.
Aku tak dapat berakata apa-apa lagi kali ini, yang aku rasakan hanya dadaku sesak dan air mataku menetes lebih deras.
"Lalu apa yang harus aku lakukan sekarang Ris? Aku benar-benar ingin berhenti dengan perasaan ini dan kembali membuka hatiku untuk laki-laki yang lainnya. Aku merasa benar-benar bersalah atas sikapku yang tak mampu mengendalikan diriku hingga mungkin mengecewakan Allaah. Aku ingin rasa cinta ini hilang dari hatiku agar aku bisa merasakan cinta yang halal," kataku dengan isak tangis yang tak pernah aku harapkan untuk datang.
Risa menatapku lekat dean semakin erat mengenggam tanganku.
"Memohon ampunlah pada Allaah agar Allaah berkenan untuk membuat hatimu hanya terpaut padaNya," saran Risa pada dan jelas.
Aku membalas tatapannya dengan tatapan yang lebih lekat hingga pada akhirnya aku memeluknya dalam tangis ku bersama dengan rasa sesak dadaku.
********
6 bulan berlalu setelah kejadian saat aku tanpa rasa malu megatakan bahwa aku masih mencintai laki-laki itu. Setelah aku mendapatkan nasehat dari Risa sahabatku, aku bertekad untuk berubah menajdi seorang muslimah seutuhnya yang berusaha untuk menajda izzah dan iffahnya. Seorang muslimah tangguh yang tak kan pernah kenal dengan cinta sebelum halal.
"Kapan nih nyusul aku?" tanya Risa menggodaku.
Aku tersenyum dan menjawab, "Ya kan kamu tahu sendiri belum ada yang datang menghampiriku."
Risa tertawa mendengar jawabanku.
"Nanti deh, aku minta tolong sama suamiku biar bantu kamu untuk menemukan imam impianmu," kata Risa kembali menggoda.
Aku hanya tersenyum dan tak menjawab.
"Gimana? Mau ga? Jangan cuma diem aja," kata Risa semakin menggoda dan menyenggol lenganku dengan lengannya.
Aku menghela nafas dan hanya mengangguk tanpa menjawab.
"Ciyeee, mukanya jadi berubah kayak tomat tuh," sindir Risa terlihat puas karena hari ini mampu membuatku malu.
"Apaan sih Ris, malu tau kedengeran sama tamu yang lain," kataku sambil menyembunyikan muka tomatku.
Risa malah semakin puas karena berhasil membuatku salah tingkah di depannya. Aku masih mengatur sikapku agar aku bisa kembali bersikap biasa.
Risa masih saja tertawa puas dan aku hanya bisa menatapnya sambil tanpa mengatakan apapun, aku menatapnya lekat dan terus mengucapkan rasa syukurku karena Allaah mengaruniakan seorang sahabat yang mampu menjadikan ku seperti ini.
Aku bahagia melihat kebahagiaanya atas pernihakannya hari ini, semoga aku akan bisa segera merasakan kebahagiaan yang Risa rasakan hari ini.
********
"Maafkan aku telah membuatku menunggu begitu lama tanpa memberikan kepastian. Bukan berarti aku tak ingin menghalalkanmu ketika itu, hanya saja aku sedang mempersiapkan segala sesuatu untuk mempersiapkan pernikahan kita hari ini," jelasnya membuatku tak dapat berkata-kata.
Aku hanya terdiam menatap laki-laki yang saat ini telah menjadi suamiku.
"Jujur Zha, sebenarnya sejak kita dekat aku mulai menyimpan rasa cinta ini untukmu hanya saja aku sadar aku tak sempantas itu untuk menjadi imammu saat itu," ungkapnya terlihat menerawang jauh ke masa lalu.
Aku tersentak dengan apa yang dia katakan.
"Zha, tau kah kamu, aku sempat terluka dengan apa yang sempat kamu katakan dulu bahwa kamu ingin aku menjauh darimu. Itu membuatku hancur berkeping-keping karena saat itu hanya kamulah yang bisa dengan sangat baik mengerti aku, memahami aku, memberikan semangat kepadaku tanpa menyerah sebelum aku akhirnya kembali memilki semangat. Tapi apa dayaku, ketika itu kamu terlihat telah dewasa dan menjadi wanita yang lebih baik jadi aku putuskan untuk merelakanmu menjauh dariku," jelasnya kali ini panjang lebar.
Kali ini dadaku terasa sedikit sesak.
"Dan saat kita bertemu di pernikahan Rasya, aku merasa sangat jauh dari mu karena aku melihatmu menjadi seorang muslimah yang amat cantik dengan keanggunanmu. Namun setelah kamu mengatakan semuanya itu lah yang membuatku memberanikan diri melamarmu 1 bulan lalu," katanya akhirnya menatapku dengan penuh cinta.
Inilah cinta yang aku jaga dari sebuah kenistaan dan dosa, inilah cinta yang aku usahakan ridha Nya dan inilah cinta yang sebenarnya.
Cinta, tak pernah salah mencari tuannya dan cinta tak pernah salah dalam menemukan jalannya pulang selama cinta itu atas dasar mencari ridhaNya.
Ah indahnya cinta.